Temukan alat Anda berdasarkan fitur


Loading
 
Skip to content
  • Lang
  • Lang
  • Lang
  • Lang
  • Lang
  • Lang
Ringkasan

    

 

Sebelum ChatGPT: Apa yang Kita Kehilangan (atau Dapatkan)?

| Published in Artikel


Jika kita membandingkan beberapa dekade terakhir, mudah untuk mengakui bahwa tidaklah sederhana untuk mengirim email formal, menyelesaikan masalah yang rumit, atau membahas suatu ide khusus. Semua aktivitas tersebut memerlukan beragam tingkat upaya, waktu, dan seringkali kerja tim. Namun pada masa kini, satu frasa yang diketik ke dalam ChatGPT menghasilkan jawaban dengan jauh lebih cepat. Hal ini menciptakan kontras yang jelas dan tajam dalam ketergantungan serta penggunaan alat kolaboratif. Tanpa ragu, kita telah maju secara instan. Namun dari situ timbul pertanyaan—apakah ketergantungan pada kesabaran, kreativitas, dan berpikir kritis telah terlalu dilebih-lebihkan dalam proses ini?

Perkembangan dan penyebaran ChatGPT bukan sekadar perkembangan teknologi; ini adalah pengembangan dan perluasan pasar serta otoritas yang dapat membantu pembelajaran, pengajaran, dan interaksi dengan pengetahuan. Sebelum kelahirannya, penggunaan etis informasi sering kali terhimpit oleh ceramah-ceramah sarat ide dan acara yang berfokus pada interaksi ketimbang sesi tanya jawab. Di inti permasalahan ini, ada pertanyaan mendasar—apakah kita telah tumbuh menjadi lebih baik atau apakah kemudahan akses ini pada dasarnya merupakan pergeseran fokus yang dapat dianggap negatif?

Artikel ini berupaya membahas perdebatan antara kemajuan dan pelestarian, serta hubungan konseptual tentang bagaimana ekosistem pendidikan pada titik krusial ini dapat tumbuh tanpa mengorbankan esensi pembelajaran.

Keuntungan dengan ChatGPT

Pengenalan dan penggunaan ChatGPT serta aplikasi AI serupa tak diragukan lagi telah mengubah cara pandang dan cara memperoleh pengetahuan. Alat-alat seperti ini memberikan kenyamanan dan fleksibilitas bagi pengguna, sehingga meningkatkan sektor pendidikan dan proses pembelajaran serta pengajaran secara keseluruhan.

1. Akses terhadap informasi telah meningkat

Penyajian informasi yang disesuaikan dan instan sebelum munculnya ChatGPT adalah fitur yang bergantung pada perpustakaan yang lengkap atau berjam-jam riset. Menyatakan bahwa AI telah secara radikal mengubah status quo adalah pernyataan yang terlalu lunak. Dengan bantuan ChatGPT, pengguna mampu meminta sejumlah besar penjelasan kompleks, pidato yang diterjemahkan ke dalam bahasa langka, hingga konsep teknis yang jelas hanya dengan sekali klik, kapan pun dan di mana pun di dunia. Bagi para siswa di daerah terpencil atau kurang berkembang, hal ini merupakan penyamarataan yang signifikan.

Sesuai pernyataan yang dirilis oleh Indian Express mengenai sebuah laporan UNESCO tentang AI dalam pendidikan, alat seperti ini… “Pernyataan ini menempatkan siswa yang tidak memiliki akses terhadap sumber daya tradisional dalam posisi yang lebih baik. Selain siswa, kemudahan akses juga menguntungkan orang tua, pengasuh, tutor, serta pembelajar dewasa yang ingin mempelajari lebih lanjut.

2. Penghematan waktu bagi guru dan siswa

Bayangkan kita mempercepat waktu di sebuah kelas penuh siswa dengan menggunakan ChatGPT. Para pendidik kini menggunakannya untuk menulis rencana pelajaran, mengembangkan kuis, atau menciptakan aktivitas bagi siswa tanpa memakan banyak waktu. Hal yang sama berlaku bagi para siswa yang, misalnya, dapat meringkas atau mengerjakan riset yang memakan waktu, sehingga mereka dapat lebih fokus pada pekerjaan utama.

Contohnya, riset dari Coursera menunjukkan bahwa alat pendidikan gratis berbasis AI memungkinkan pendidik menghabiskan lebih banyak waktu untuk menumbuhkan pemikiran kritis dan kreativitas, ketimbang menghabiskannya untuk pekerjaan administratif yang membosankan dan tidak produktif. Ini berarti pendidik dapat menginvestasikan lebih banyak energi untuk interaksi personal dengan siswa, yang merupakan inti dari pengajaran yang sukses.

3. Personalisasi pengalaman pendidikan

Fitur paling menonjol dari AI bagi pembelajar adalah kustomisasi. Berbeda dengan sumber daya lain yang tetap dan tidak berubah, ChatGPT memberikan jawaban yang dapat dibentuk sesuai pertanyaan yang diajukan, tingkat pemahaman siswa, atau bahkan gaya belajarnya.

Sebagai contoh, seorang murid sekolah dasar yang kesulitan memahami tabel perkalian dapat diberikan penjelasan sederhana dan mudah dipahami, sedangkan murid yang lebih mahir dapat meminta derivasi yang lebih mendalam pada alat yang sama. Laporan OECD tentang AI dan keterampilan menunjukkan bahwa kualitas fleksibilitas ini dapat meningkatkan keterlibatan bahkan bagi siswa yang tidak cocok dengan pendekatan pembelajaran tradisional.

4. Memperluas cakupan tujuan pendidikan

Selain itu, ChatGPT membuka pertanyaan “apa” dan “mengapa” baru yang dapat diajarkan dan dipelajari. Alat ini memungkinkan pengguna melihat hubungan antara berbagai disiplin ilmu, seperti bagaimana suatu peristiwa sejarah tertentu sejajar dengan penemuan ilmiah tertentu, atau bagaimana beberapa cabang filsafat terkait dengan kecerdasan buatan. Ketersediaan yang luas ini memungkinkan siswa untuk melampaui topik yang biasanya menjadi bagian dari pendidikan formal mereka dan memantik imajinasi mereka.

5. Integrasi AI dalam pendidikan

Sistem AI mulai masuk ke ruang kelas bukan untuk menggantikan guru, tetapi untuk membantu mereka. Misalnya, seorang siswa dapat berinteraksi dengan AI untuk mengerjakan pekerjaan rumah, sementara guru menggunakan wawasan yang dihasilkan AI untuk memahami celah pengetahuan pada anak didik.

Seiring waktu, sektor pendidikan juga memiliki potensi untuk berubah, dan semua alat ini akan menjadi menarik untuk hadir di kelas serta memungkinkan siswa mengakses sumber daya yang sebelumnya sulit dijangkau.

Apa yang telah kita kehilangan dengan ChatGPT?

Cukup untuk mengatakan bahwa ChatGPT adalah salah satu alat yang paling nyaman; namun, penggunaan yang semakin meluas dalam pendidikan berkontribusi pada kenyataan bahwa siswa kehilangan pengembangan keterampilan yang memadai, kreativitas tergerus, dan praktik etis terabaikan. Bersamaan dengan kekhawatiran ini, muncul pertanyaan: "Apa risikonya?" dalam mengejar manfaat AI tersebut.

1. Kekurangan dalam pengembangan berpikir kritis

Karena penggunaan AI yang berlebihan, seperti ChatGPT, siswa menjadi kurang mampu menyelesaikan masalah sendiri dan menggunakan keterampilan berpikir kritis. Alat semacam ini menyediakan jawaban seketika dan tidak memungkinkan seseorang melewati siklus kognitif untuk mengintegrasikan, mensintesis, dan menganalisis informasi.

Laporan AI dan Keterampilan OECD memperingatkan bahwa ketergantungan berlebihan pada AI dapat merusak kemampuan pemecahan masalah—unsur fundamental dalam pembelajaran yang efektif. Tugas yang melibatkan upaya intelektual, seperti menyusun esai atau mengurai masalah kompleks, kini sebagian besar diserahkan kepada ChatGPT, yang pada akhirnya dapat menghambat perkembangan berpikir kritis pada siswa.

2. Ancaman terhadap kreativitas

Kreativitas adalah potensi yang tumbuh dari pergulatan untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru dan mengalami kegagalan berkali-kali dalam proses tersebut. Di sisi lain, kemampuan ChatGPT untuk menghasilkan jawaban yang mengesankan dan siap pakai dapat meredupkan potensi pertumbuhan ini.

Berdasarkan laporan UNESCO tentang AI dalam Pendidikan, alat-alat semacam ini dapat, pada kenyataannya, mengurangi kesempatan siswa untuk membentuk pemikiran dan ide asli. Para pendidik telah melaporkan kasus di mana siswa sangat bergantung pada AI untuk tugas mereka, menyerahkan pekerjaan dengan sedikit kontribusi pribadi, sehingga mengurangi peluang mereka untuk menciptakan sesuatu yang baru.

3. Ketidakjujuran akademik dan kekhawatiran etis – Kasus ChatGPT

Perhatian tentang plagiarisme dan kejujuran akademik meningkat dengan kehadiran fenomena ChatGPT. Dalam proses ini, siswa melepaskan kemampuan untuk mengekspresikan diri melalui tulisan dan hampir semua bentuk instruksi tertulis serta gaya komunikasi, sehingga para pendidik kesulitan untuk membedakan apakah tulisan tersebut dibuat oleh AI.

Menurut penelitian di EdWeek, banyak profesional telah menemukan siswa yang menggunakan alat AI untuk tugas apa pun jika memungkinkan. Insiden seperti ini berdampak negatif pada evaluasi pendidikan dan hubungan antara siswa dan pengajar.

4. Menurunnya kompetensi keterampilan riset

Sebelum era AI, siswa harus melakukan penelitian untuk mempelajari keterampilan yang diperlukan. Ini termasuk bekerja di perpustakaan, memilah berbagai materi, mencari informasi, dan mengevaluasi suatu sumber. Sekarang, keterampilan tersebut berpotensi kurang efektif karena fitur seperti ChatGPT menyediakan teks yang diringkas dan jawaban yang diharapkan.

Selain itu, sebuah artikel di blog Coursera menegaskan pentingnya bahwa AI tidak dapat sepenuhnya diandalkan sebagai sumber utama, karena IA tidak memahami kedalaman penelitian atau proses yang ketat untuk menyelesaikan tugas. Mengabaikan dasar-dasar tersebut dapat menjadi tantangan bagi siswa saat mereka berada di lingkungan akademik atau dunia kerja.

5. Konsumsi berlebihan atau sifat adiktif

Pemakaian ChatGPT di rumah menciptakan kepercayaan otomatis yang mengurangi kemampuan untuk menghadapi tantangan secara mandiri. Hal ini dapat melampaui sekadar tugas, karena sedikit demi sedikit dianggap meningkatkan efisiensi.

Kesaksian para guru menunjukkan bahwa ini hampir menjadi tren bagi siswa untuk mendekati AI guna menyelesaikan pekerjaan daripada memulai dengan usaha mereka sendiri. Gangguan seperti ini dalam kehidupan siswa dapat mengurangi kemampuan adaptasi serta kemandirian mereka dalam jangka panjang.

Menyeimbangkan Keuntungan dan Kerugian ChatGPT

Seiring ChatGPT menjadi bagian integral dari pendidikan, tantangannya adalah memanfaatkan manfaatnya sekaligus menghadapi kelemahannya. Dengan mempromosikan penggunaan AI yang bertanggung jawab dan mengintegrasikan praktik etis, para pendidik, siswa, dan pembuat kebijakan dapat memastikan bahwa ChatGPT tetap menjadi alat pemberdayaan, bukan ketergantungan.

1. Mempromosikan penggunaan kritis dan etis

Pendidik memainkan peran penting dalam mengajarkan siswa cara menggunakan ChatGPT secara bertanggung jawab. Ini termasuk menekankan perannya sebagai alat pelengkap, bukan pengganti pemikiran mandiri atau kreativitas.

Panduan UNESCO tentang AI dalam Pendidikan merekomendasikan pengintegrasian literasi digital ke dalam kurikulum, memastikan bahwa siswa memahami keterbatasan AI, seperti bias dan pentingnya pengecekan fakta. Dengan membina lingkungan penggunaan AI yang etis, pendidik dapat membantu siswa menjadi pengguna yang cerdas yang memanfaatkan ChatGPT untuk meningkatkan, bukan menggantikan, pembelajaran mereka.

2. Memperkuat keterampilan dasar

Meski ChatGPT dapat membantu dalam tugas seperti meringkas atau brainstorming, alat ini tidak boleh menggantikan praktik keterampilan dasar seperti riset, analisis kritis, dan pemecahan masalah. Mendorong siswa untuk melihat ChatGPT sebagai titik awal, bukan titik akhir, dapat mengurangi ketergantungan berlebihan.

Misalnya, pendidik dapat merancang tugas yang mengharuskan siswa memverifikasi informasi yang dihasilkan AI dengan sumber tradisional, sehingga menumbuhkan keterampilan evaluasi sumber dan analisis mendalam.

3. Mengintegrasikan pelatihan AI bagi pendidik

Untuk memastikan integrasi yang efektif, para pendidik sendiri harus dilatih dalam memahami kekuatan dan keterbatasan alat AI seperti ChatGPT. Lokakarya dan program pengembangan profesional dapat membantu guru memahami cara mengintegrasikan AI secara bermakna ke dalam strategi pengajaran mereka.

4. Mengembangkan kebijakan AI yang transparan

Sekolah dan universitas harus menetapkan kebijakan yang jelas dalam penggunaan alat AI. Kebijakan ini harus mengatasi masalah etika, seperti plagiarisme, serta memberikan panduan tentang penggunaan AI yang tepat dalam tugas dan penilaian.

5. Mendorong kolaborasi antara pengembang dan pendidik

Para pengembang alat AI seperti ChatGPT sebaiknya bekerja sama erat dengan pendidik untuk menciptakan fitur yang selaras dengan tujuan pedagogis. Misalnya, alat dapat menyertakan fungsionalitas yang mendorong berpikir kritis, seperti meminta pengguna mengevaluasi keandalan konten yang dihasilkan.

Rekomendasi OECD menunjukkan bahwa kolaborasi antara penyedia teknologi dan lembaga pendidikan dapat menghasilkan sistem AI yang dirancang untuk mendukung, bukan menggantikan, proses pembelajaran yang esensial.

Kesimpulan

Kemunculan ChatGPT dan alat serupa menandai titik balik dalam cara manusia seharusnya belajar dan diajar. Di satu sisi, teknologi ini telah memperluas akses informasi, meningkatkan produktivitas, dan memberikan kemungkinan pendekatan pendidikan yang disesuaikan. Di sisi lain, ada juga kekurangan yang tak dapat diabaikan, seperti kurangnya berpikir kritis, tidak adanya ruang untuk kreativitas, dan ketidakjujuran akademik.

Bagi sektor pendidikan, tugasnya jelas: memaksimalkan penggunaan peluang yang ditawarkan AI sembari mempertahankan nilai-nilai inti dan kompetensi yang membentuk pembelajaran yang mendalam. Hal ini mencakup membekali siswa dan guru dengan kemampuan menerapkan AI secara bertanggung jawab dan mempromosikan etika dalam penggunaannya, sambil memastikan aspek penting lainnya seperti riset, analisis, dan bahkan sisi kreatif tetap relevan dalam pembelajaran.

Dalam momen historis ini, pertanyaan yang perlu kita jawab bukan hanya apa yang telah kita peroleh, tetapi juga apa yang siap kita lepaskan. Tujuannya adalah menggabungkan, bukan menghadapkan; suatu penyatuan yang bijaksana antara teknologi dan kreativitas, di mana AI bersama-sama memperluas dan memperkaya dunia pendidikan.

Sekarang, pertanyaannya bukanlah apakah AI akan berdampak pada pendidikan, melainkan bagaimana kita memengaruhi perannya — dengan sengaja, bertanggung jawab, dan selalu menempatkan nilai-nilai belajar serta pengembangan di pusatnya.

Comments are closed.